Halaman

Minggu, 14 April 2019

Psikologi Kognitif Menurut Ausubel




Ø   Biografi Ausubel
Ausubel memiliki nama lengkap David Paul Ausubel, merupakan seorang ahli psikologi Amerika yang lahirpada 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York. Ia mendapat pendidikan di Universiti of Pennsylvania dan mendapat ijazah kehormatan pada tahun 1939 dalam bidang psikologi yang kemudian juga menamatkan pelajarannya di sekolah perubatan di Universiti Middlesex. Ia menjabat di pertahanan US Public Health Service, dan telah memperoleh M.A dan Ph.D dalam Psikologi Perkembangan dari Universiti Columbia pada 1950. Pada 1973, ia membuat keputusan untuk terjun ke bidang akademik dan menyertai latihan psikiatri. Sepanjang menjalani latihan psikaitri, ia telah menghasilkan berbagai judul buku dan artikel tentang psikiatri dan jurnal psikologikal.

Ø  Teori Pembelajaran Ausubel
David Ausubel banyak mencurahkan perhatiannya pada pentingnya mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar verbal yang dikenal dengan expository learning. Pandangan Ausubel tentang belajar ini sangat bertentangan dengan ahli psikologi kognitif lainnya, yaitu Bruner dan Piaget. Menurut Ausubel, pada dasarnya orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan, bukan melalui penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide yang disajikan pada siswa akan diterima oleh siswa. Suatu konsep mempunyai arti bila sama dengan ide yang telah dimiliki, yang ada dalam struktur kognitifnya (Melly Andriani dan Mimi Hariyani, 2013: 21)
Agar konsep¬konsep yang diajarkan menjadi bermakna, harus ada sesuatu di dalam kesadaran siswa yang bisa disamakan. Sesuatu itu adalah “struktur kognitif “. Belajar bermakna adalah belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima siswa mempunyai kaitan erat dengan konsep yang sudah ada/diterima sebelumnya tersimpan pada struktur kognitifnya.

Ø  Klasifikasi Belajar Ausubel dan Cara Pengajarannya
Ausubel mengklasifikasikan makna belajar ke dalam dua dimensi yaitu:
a.    Dimensi pertama berhubungan dengan cara bagaimana informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa, apakah melalui penerimaan atau melalui penemuan. Belajar menurut dimensi ini diperoleh melalui pemberian informasi dengan cara dikomunikasikan kepada siswa. Belajar penerimaan dan menyajikan informasi itu dalam bentuk final, ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri keseluruhan informasi yang harus diterimanya.

b.    Dimensi kedua berhubungan dengan bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi yang diterima dengan struktur kognitif yang sudah dimilikinya. itulah yang dikatakan belajar bermakna. Menurutnya, belajar penerimaan tidak sama dengan belajar hapalan namun belajar penerimaan dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep.

Sehubungan dengan itu agar bahan pelajaran mudah dipelajari, ia menyarankan supaya materi pelajaran disusun secara berurutan dari atas ke bawah, dari yang paling umum dan inklusif hingga rinci, disertai contoh yang khas. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar belajar menjadi bermakna antara lain:
a. Pengaturan awal (advance organizer). Pengaturan awal ini berisi konsep-konsep atau ide-ide yang diberikan kepada siswa jauh sebelum materi pelajaran yang sesungguhnya diberikan dengan tujuan meningkatkan pemahaman siswa terhadap berbagai macam materi pelajaran. Misalnya sebelum mempelajari bangun ruang guru akan memberikan rambu-rambu bahwa bangun ruang adalah bentuk 3D dari bangun datar.

b. Progressive differentiation. Menurut Ausubel pengembangan konsep berlangsung paling baik bila dimulai dengan cara menjelaskan terlebih dahulu hal-hal yang umum terus sampai kepada hal-hal yang khusus dan rinci disertai dengan
pemberian contoh-contoh. Misalnya guru mengambil contoh bangun tabung dan menjelaskan pada siswa bahwa tabung adalah bangun yang beralaskan lingkaran, memiliki tinggi dan ruang.
c. Rekonsiliasi integratif (integrative reconciliation). Penjelasan dangan  menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai siswa. Dengan demikian siswa akan mengetahui alasan dan manfaat materi yang akan dijelaskan tersebut. Misalnya guru mengambil contoh bahwa segelas air yang dituangkan pada pipa bentuknya akan berubah namun volumenya tetap sama.

d. Konsolidasi (consolidation). Pemberian pemantapan atas materi pelajaran yang telah diberikan untuk memudahkan siswa memahami dan mempelajari materi selanjutnya.


Ø  Penerapan Pemikiran Ausubel
Dalam perkembangannya, belajar bermakna dapat diterapkan melalui berbagai cara pengajaran, misalnya pengajaran dengan menggunakan peta konsep. Adapun cara pembelajarannya adalah sebagai berikut.
a. Pilih suatu bacaan atau salah satu bab dari sebuah buku pelajaran.
b. Tentukan konsep-konsep yang relevan dari topik yang akan atau sudah diajarkan.
c. Urutkan konsep-konsep tersebut dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif berikut contoh-contohnya.
d. Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas dari konsep yang paling inklusif ke konsep yang tidak inklusif secara berurutan dari atas ke bawah.
e. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata sehingga menjadi sebuah peta konsep.
Contoh Penerapan Teori Ausubel dalam kasus Matematika:
Dalam belajar program linier, siswa yang belajar bermakna bisa mengkaitkannya dengan materi menggambar grafik fungsi linear dan menyelesaikan pertidaksamaan linear serta mampu menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan program linier. Dan sebaliknya apabila tidak bermakna, maka siswa tidak bisa mengkaitkannya dengan materi sebelumnya dan tidak mampu mengaplikasikannya. (Zubaidah Amir, M.Pd dan Dr. Risnawati, M.Pd, 2015)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar