Confrey
(Erna suwangsih: 12) adalah
seorang ahli psikologi yang berasal dari aliran kontruktivisme yang
berkontribusi dalam dunia pendidikan, menawarkan suatu powerfull
construction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi ia mengidentifikasikan
sepuluh karakteristik powerfull construction
berpikir peserta didik. Powerfull constructiontersebut
ditandai oleh:
a. Sebuah
struktur dengan ukuran kekonsistenan internal.
b. Suatu
keterpaduan antar bermacam – macam konsep.
c. Suatu
kekonvergenan diantara aneka bentuk dan konteks.
d. Kemampuan
untuk merefleksikan dan menjelaskan.
e. Sebuah
kesinambungan sejarah.
f. Terikat
kepada bermacam-macam sistem simbol.
g. Suatu
yang cocok dengan pendapat experts (ahli).
h. Suatu
yang potensial untuk bertindak sebagai alat untukkonstruksi lebih lanjut.
i. Sebagai
petunjuk untuk tindakan selanjutnya.
j. Suatu
kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan.
Semua
ciri powerful di atas dapat digunakan secara efektif dalam proses belajar
mngajar dikelas. Menurut Confrey (1990),siswa – siswa yang belajar matematika
seringkali hanya menerapkan satu kriteria evalusbi mereka dari yang mereka konstruksi
misalkan dengan bertanya.Oleh karena itu pandangan siswa tentang “kebenaran”
ketika siswa belajar matematika perlu mendapat pengawasan ahli dan masyarakat menjadi
tidak lengkap.Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain adalah
menjustifikasi berfikirnya siswa.
Salah
satu yang mendasar dalam pembelajaran matematika menurut konstruktivis adalah
suatu pendekatan dengan jawaban tak terduga sebelumnya dengan suatu
ketertarikan yang cerdik dalam mempelajari karakter, keaslian, cerita dan implikasinya.
Pandangan konstruktivisme dalam proses pembelajaran menghendaki adanya
pergeseran dari peran pengajar sebagai otoritas ilmu menuju peran pengajar
sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif. Dengan demikian disini pendidik
dituntut senantiasa bereksplorasi dalam mengelola pembelajaran, mengemas sajian
materi pada buku teks sedemikian rupa sehingga menarik bagi peserta didik dan
bertindak sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran yang dikelolanya.
Salah
satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah pendidik
tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik tetapi peserta
didik harus membangun pengetahuan sendiri dalam benaknya. Dalam proses ini
pendidik dapat membantu dengan cara-cara mengajar sehingga informasi menjadi
sangat bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik, dengan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya,
mengajak peserta didik agar menyadari dan secara sadar menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. “Teori Konstruktivis memandang
peserta didik terus-menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan
dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu jika tidak sesuai
lagi”.
Teori
Konstruktivisme (Erna suwangsih: 13) didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Implementasi (Erna suwangsih:
14) pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4 tahap yaitu:
a. Apersepsi
b. Eksplorasi
c. Diskusi
dan penjelasan konsep serta
d. Pengembangan
dan aplikasi
Ø Tahap
pertama (Apersepsi)
Siswa
didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan
dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan problematik
tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang
akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan
pemahaman tentang konsep itu.
Ø Tahap
kedua (Eksplorasi)
Siswa
diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep pengumpulan,
pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang
guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara
keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena
alam di sekelilingnya.
Ø Tahap
ketiga (Diskusi dan penjelasan konsep serta)
Saat
siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya
ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun pemahaman baru
tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu–ragu lagi
tentang konsepsinya.
Ø Tahap
keempat (Pengembangan dan aplikasi)
Guru
berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkansiswa dapat
mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan
dan pemecahan masalah–masalah yang berkaitan dengan isu–isu
di lingkungannya.
Dalam
pembelajaran matematika beberapa ahli konstruktivisme telah menguraikan indikator
belajar mengajar berdasarkan konstruktivisme.
Confrey menyatakan: “sebagai seorang kontruktivisme ketika saya mengajarkan
matematika, saya tidak mengajarkan siswa tentang struktur matematika yang
obyeknya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka, bagaimana mengembangkan kognisis
mereka, bagaimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif ”.
Hal
ini mencerminkan bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir, focus
utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir
mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli – ahli
sebelumnya.
Sumber :
(Zubaidah Amir, M.Pd. dan Dr. Risnawati, M.Pd., 2015)