Halaman

Minggu, 23 Juni 2019

Teori Pembelajaran Matematika menurut Confrey





Confrey (Erna suwangsih: 12) adalah seorang ahli psikologi yang berasal dari aliran kontruktivisme yang berkontribusi dalam dunia pendidikan, menawarkan suatu powerfull construction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi ia mengidentifikasikan sepuluh karakteristik powerfull construction berpikir peserta didik. Powerfull constructiontersebut ditandai oleh:
a.    Sebuah struktur dengan ukuran kekonsistenan internal.
b.    Suatu keterpaduan antar bermacam – macam konsep.
c.    Suatu kekonvergenan diantara aneka bentuk dan konteks.
d.    Kemampuan untuk merefleksikan dan menjelaskan.
e.    Sebuah kesinambungan sejarah.
f.    Terikat kepada bermacam-macam sistem simbol.
g.    Suatu yang cocok dengan pendapat experts (ahli).
h.    Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat untukkonstruksi lebih lanjut.
i.     Sebagai petunjuk untuk tindakan selanjutnya.
j.     Suatu kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan.
Semua ciri powerful di atas dapat digunakan secara efektif dalam proses belajar mngajar dikelas. Menurut Confrey (1990),siswa – siswa yang belajar matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria evalusbi mereka dari yang mereka konstruksi misalkan dengan bertanya.Oleh karena itu pandangan siswa tentang “kebenaran” ketika siswa belajar matematika perlu mendapat pengawasan ahli dan masyarakat menjadi tidak lengkap.Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain adalah menjustifikasi berfikirnya siswa.
Salah satu yang mendasar dalam pembelajaran matematika menurut konstruktivis adalah suatu pendekatan dengan jawaban tak terduga sebelumnya dengan suatu ketertarikan yang cerdik dalam mempelajari karakter, keaslian, cerita dan implikasinya. Pandangan konstruktivisme dalam proses pembelajaran menghendaki adanya pergeseran dari peran pengajar sebagai otoritas ilmu menuju peran pengajar sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif. Dengan demikian disini pendidik dituntut senantiasa bereksplorasi dalam mengelola pembelajaran, mengemas sajian materi pada buku teks sedemikian rupa sehingga menarik bagi peserta didik dan bertindak sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran yang dikelolanya.
Salah satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah pendidik tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik tetapi peserta didik harus membangun pengetahuan sendiri dalam benaknya. Dalam proses ini pendidik dapat membantu dengan cara-cara mengajar sehingga informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya, mengajak peserta didik agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. “Teori Konstruktivis memandang peserta didik terus-menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu jika tidak sesuai lagi”.


Pembelajaran kontruktivisme dalam matematika
Teori Konstruktivisme (Erna suwangsih: 13) didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,  yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Implementasi (Erna suwangsih: 14) pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4 tahap yaitu:
a.    Apersepsi
b.    Eksplorasi
c.    Diskusi dan penjelasan konsep serta
d.    Pengembangan dan aplikasi

Ø  Tahap pertama (Apersepsi)
Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang konsep itu.

Ø  Tahap kedua (Eksplorasi)
Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam di sekelilingnya.

Ø  Tahap ketiga (Diskusi dan penjelasan konsep serta)
Saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu–ragu lagi tentang konsepsinya.

Ø  Tahap keempat (Pengembangan dan aplikasi)
Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkansiswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah–masalah yang berkaitan dengan isu–isu
di lingkungannya.

Dalam pembelajaran matematika beberapa ahli konstruktivisme telah menguraikan indikator belajar mengajar berdasarkan konstruktivisme. Confrey menyatakan: “sebagai seorang kontruktivisme ketika saya mengajarkan matematika, saya tidak mengajarkan siswa tentang struktur matematika yang obyeknya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka, bagaimana mengembangkan kognisis mereka, bagaimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif ”.
Hal ini mencerminkan bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir, focus utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli – ahli sebelumnya.


Sumber :
(Zubaidah Amir, M.Pd. dan Dr. Risnawati, M.Pd., 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar